Archive for Maret, 2008

Di Bojonegoro, Data Korban Banjir Bandang Masih Simpang Siur

suarasurabaya.net| Data korban banjir bandang di Bojonegoro masih simpang siur. Berdasarkan data dari Polsek Semayang, jumlah rumah yang rusak di Dusun Sugihan mencapai 350 unit dan 150 rumah di Desa Kedung Sumber Semayang.

Data tersebut, seperti dilaporkan JOE dari Radio Suara Bojonegoro Indah dalam Jaring Suara Surabaya, Senin (31/03), juga belum menyebutkan adanya korban jiwa banjir bandang yang melanda Bojonegoro Sabtu (29/03) malam. Warga di Dusun Sugihan Desa Kedung Sumber Semayang dan Desa Gondang juga baru mendapatkan 40 box mie instan yang dibagikan Pemkab Bojonegoro hingga Minggu (30/03) kemarin.

Setiap satu kepala keluarga mendapatkan 2 bungkus mie dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak, balita dan orang jompo. Alasannya, mie instan yang dibagikan tersebut tidak memenuhi kebutuhan jumlah kepala keluarga yang ada.

Warga tampak perebutan saat mie instan dibagikan Pemkab Bojonegoro, mengingat makanan simpanan mereka hanyut terbawa derasnya air banjir bandang. Bahkan warga Desa Gondang ikut berdatangan ke Dusun Sugihan begitu mendengar adanya pembagian mie instan.

SETYO HARTONO Wakil Bupati Bojonegoro yang mendatangi lokasi banjir bandang mengatakan bantuan mie instan tersebut merupakan bantuan sementara. Pemkab Bojonegoro akan terus menggelontorkan bantuan ke warga. Saat ini, petugas juga sedang mendata jumlah kerugian yang diderita warga akibat banjir bandang. (tin)

Leave a comment »

Akibat Banjir Bandang, Kerugian di Bojonegoro Mencapai Rp 170 Juta

suarasurabaya.net| Kerugian banjir bandang di Desa Kedung Sumber dan Desa Gondang mencapai Rp 170 juta. Hasil identifikasi Tim Monitoring Satlak PBB Pemkab Bojonegoro di lokasi, mencatat 200 rumah diterjang banjir akibat luapan Sungai Suko.

JOE dari Radio Suara Bojonegoro Indah dalam Jaring Suara Surabaya, Senin (31/03), melaporkan, banjir bandang yang terjadi hanya dalam waktu 3 jam, memporak porandakan rumah dan harta di dua desa tersebut. Kerusakan rumah bervariasi mulai rusak berat 5 KK, rusak sedang 22 KK, rusak ringan 11 KK dan rumah yang tergenang 162 KK.

Sementara di Dusun Puguhrejo Kecamatan Gondang, 2 rumah hanyut diterjang banjir. PUJIONO Sekretariat Satlak PBB Pemkab Bojonegoro mengatakan data kerusakan tersebut sudah dilaporkan ke Bupati Bojonegoro. Mekanismenya, Bupati menunjuk Satgas terkait untuk menyalurkan bantuan.

Diharapkan Pemkab Bojonegoro merespon karena sebagian warga yang rumahnya rusak berat masih bertahan dengan mengungsi di tenda pengungsian dan di rumah warga yang selamat.

Selain kerusakan rumah, tidak terhitung areal sawah yang rusak dan ternak yang hanyut, mengingat bencana terjadi malam hari dan warga tidak sempat menyelamatkan harta bendanya. Hingga siang ini, warga masih kerja bakti membersihkan sisa-sisa banjir. (tin)

Leave a comment »

Lima Desa di Nganjuk Terendam Air

[Suara Pembaruan]NGANJUK,- Ratusan rumah di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur (Jatim), terendam air setelah Sungai Widas, anak Sungai Brantas, kembali meluap. Sampai Minggu (30/3) petang, tinggi genangan di rumah penduduk mencapai 30-40 sentimeter, sedangkan di jalan desa mencapai satu meter.

Banjir menggenangi ratusan hektare sawah yang ditanami padi siap panen. Warga tidak sempat melakukan panen dini, karena banjir datang dengan cepat merendam lahan pertanian, jalan desa, dan rumah warga. Lima desa yang terendam, dua di antaranya Ngrami dan Bagorwetan di Kecamatan Sukomoro. Tiga desa, yakni Sumberjo, Nglinggo, dan Majesto di Kecamatan Kota.

Sungai Widas meluap, karena tidak mampu menampung air hujan tinggi yang mengguyur Nganjuk mulai Sabtu sampai Ming- gu (30/3). Meskipun rumah warga terendam, tetapi sebagian besar penduduk memilih tetap bertahan, karena takut rumahnya dijarah.

Dalam tiga bulan terakhir, Sungai Widas meluap sampai menggenangi desa di daerah aliran sungai (DAS) ini. Warga berharap agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk, segera mengeruk sungai karena sudah dangkal. Plengsengan di kanan kiri sungai juga banyak yang rusak.

Pemkab Nganjuk, dikatakan Sumarto, warga Mjesto, diharapkan segera mengirim bantuan pangan dan obat-obatan. Meskipun air akan surut dalam waktu satu sampai dua hari ini, tetapi warga tetap tidak bisa menjalankan aktivitas sehari- hari, karena harus membersihkan rumah dan memperbaiki jalan desa yang rusak.

Akibat hujan lebat, ratusan rumah di Dusun Sugihan, Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, dan Dusun Betek, Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro, direndam banjir, Sabtu (29/3) dan Minggu (30/3) petang. Banjir disebabkan beberapa aliran anak Bengawan Solo di kawasan itu meluap.

Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau, Abbas Djamil, sangat menyayangkan sikap perusahaan multi nasional Chepron Pacific Indonesia yang kurang peduli terhadap musibah banjir yang terjadi di Pekanbaru dan sekitarnya. [080/070/MUL/106/148]

Leave a comment »

Lagi, Banjir Terjang Gondang

[Indo Pos]NGANJUK – Banjir kembali menerjang Nganjuk. Korbannya kali ini adalah tiga desa di Kecamatan Gondang dan satu desa di Kecamatan Sukomoro. Ratusan rumah dan sawah kembali terendam. Warga pun kembali merugi jutaan rupiah.

Seperti sebelumnya, banjir yang mencapai puncaknya Minggu dinihari, pukul 02.00, ini karena Sungai Widas yang meluap. “Hujan mulai pukul 17.00. Air mulai masuk pukul 24.00,” cerita Sujito, 50, warga Dusun Depok, Desa Sumberjo, Kecamatan Gondang.

Awalnya, hujan memang turun rintik-rintik. Tetapi, sekitar pukul 19.00, hujan turun sangat deras. Hingga air mulai masuk ke rumahnya pukul 24.00. Dan mencapai puncaknya pukul 02.00. Saat itu, air yang masuk ke rumah setinggi paha orang dewasa.

Sujito menjelaskan bahwa banjir kali ini tidak separah banjir sebelumnya. Hanya saja, karena terjadi lima kali dalam dua bulan terakhir cukup merugikannya. “Kalau bisa tidak banjir-banjir lagi,” harapnya.

Banjir kemarin telah menghanyutkan seluruh peralatan dapur yang dimiliki Sujito. Jika biasanya dia sempat menyelamatkan barang-barangnya, kemarin dia tidak sempat lagi meletakkan barangnya di tempat aman.

Banjir kemarin menerjang Desa Sumberjo, Mojoseto, dan Nglinggo di Kecamatan Gondang. Selain itu juga melanda Desa Ngrami di Kecamatan Sukomoro. Sedikitnya ada 490 rumah yang tergenang dan 230 hektare sawah terendam. Belum selesainya proyek pelurusan Sungai Widas membuat banjir masih menjadi ancaman terus-menerus bagi ratusan warga tersebut.

Meski air kemarin masuk hingga ke rumah, beberapa warga enggan mengungsi. Termasuk seorang ibu yang memiliki bayi yang baru berusia 12 hari.

Damini, 33, warga Dusun Depok, enggan membawa anaknya yang bernama Hanisfatul Maulidiyah ke tempat kering. Dia memilih berada di atas dipan sementara air telah menggenangi separuh kaki dipan.

Bujukan polisi dari Polsek Gondang dan petugas kesehatan agar Damini mau memindahkan anak kelimanya itu tidak digubrisnya, “Kasihan juga, tapi bagaimana lagi, nanti justru basah semua,” tutur Damini.

Damini mengaku ingin mengawasi barang-barangnya daripada membawa anaknya ke tempat kering. Padahal, dia mengaku memiliki sanak saudara yang lokasinya tidak kebanjiran.

Penolakan ini membuat petugas kesehatan dari Puskesmas Gondang kecewa. “Kasihan anaknya. Lingkungan seperti ini membuat anak dan ibu mudah sakit,” tutur Punidi, mantri kesehatan yang tinggal di Desa Sumberjo.

Punidi juga khawatir dengan kondisi warga Desa Sumberjo yang terus-menerus diterjang banjir. Sebab, sebagian besar rentan terkena penyakit. Tidak hanya bayi, tetapi juga ibu hamil, anak-anak, dan orang tua. (dea/fud)

Leave a comment »

Air Bah Kembali Menerjang

[SINDO] MADIUN,– Belum tuntas persoalan banjir Bengawan Solo,ribuan rumah kembali tenggelam akibat amukan air bah dari luapan sungai di barat dan selatan Jatim.

Banjir bandang merata mulai Madiun, Ngawi, Mojokerto, hingga Nganjuk. Bojonegoro yang masih berkutat dengan rendaman air dari luapan Bengawan Solo kini juga harus dipusingkan setelah wilayah Kec Temayang dan Gondang dilalap air dari Kalibobol.Banyuwangi juga tak luput dari musibah yang sama. Di kawasan kota dan Kab Madiun, hujan deras yang mengguyur kawasan lereng Gunung Wilis selama kurang lebih tiga jam mengakibatkan air dari atas bergerak masuk ke Sungai Bengawan Madiun meluber dan menggenangi areal persawahan dan jalan-jalan desa.

Dari pantauan, di Kec Balerejo, Kab Madiun, banjir menggenangi ratusan hektare tanaman padi yang baru berumur 1–2 minggu di Desa Garon,Cinan,Simo,Banaran, dan Sogo. Banjir dari aliran anakanak sungai Bengawan Madiun juga menggenangi kawasan Kec Pilangkenceng, Saradan,dan Wungu.Namun, banjir setinggi kurang lebih 30 cm atau sekitar selutut ini tidak sampai masuk ke rumah- rumah warga.

Menurut Mufdi,37,petani di Desa Garon,Kec Balerejo, banjir telah menggenangi tanaman padi miliknya yang siap panen sehingga terpaksa harus memanen dini. ”Kalau dibiarkan terendam banjir terus padinya bisa membusuk. Makanya lebih baik dipanen saja meski sebenarnya belum saatnya dipanen,” ujarnya ditemui SINDO di areal sawahnya,kemarin. Banjir dari lereng Gunung Wilis ini juga sempat masuk ke kawasan perumahan Rejomulyo, Kelurahan Rejomulyo, Kec Kartoharjo,Kota Madiun.”

Air semalam terus meninggi bahkan sampai setinggi lutut.Jalan-jalan sudah tergenang dan beberapa rumah warga juga airnya mulai masuk. Tapi beruntung,air surut pagi tadi (kemarin pagi),” ujar Sri Wahyuni, 34, warga Perumahan Rejomulyo. Ngawi dapat disebut sebagai kabupaten langganan banjir.Terhitung sejak akhir 2007, kawasan ini sudah berulang kali tergenang air.Ketika luapan Sungai Bengawan Madiun meluap, kabupaten yang bersebelahan dengan Jateng ini juga dilahap air.

Banjir menggenangi Desa Purwosari, Simo, dan Semengko, Kec Kwadungan. Ketinggian air di Desa Purwosari mencapai 60–75 sentimeter. Banjir terlihat menggenangi ratusan hektare tanaman padi. Selain itu, jalur alternatif Kwadungan–Madiun juga digenangi banjir setinggi 1,5 meter. Akibatnya, jalur ke Kwadungan hingga siang kemarin masih terputus. Di Desa Simo ketinggian air di perkampungan penduduk mencapai 50–60 cm, dan Desa Semengko 70–75 cm.Ketinggian air di papan duga dekat Jembatan Dungus Sungai Bengawan Madiun sekitar 8,5 meter.

Namun,ketinggian air pada sore hari terlihat terus bergerak naik karena ada kiriman air dari wilayah Madiun, Magetan,dan Pacitan. Koordinator Satuan Pelaksana (Satlak) Penanggulangan Bencana Alam (PBA) Ngawi Shodiq Tri mengatakan,pihaknya saat ini terus memantau perkembangan banjir di Ngawi dan daerah hulu. Selain itu,antisipasi juga dilakukan dengan mempersiapkan petugas satlak di tiap kecamatan dan menyiapkan perahu karet di setiap posko. ”Banjir ini terjadi akibat curah hujan tinggi di daerah hulu. Kita harapkan tidak terjadi penumpukan di Sungai Bengawan Solo sehingga air bisa bergerak lancar,”ujarnya.

Jombang Tergenang

Empat kecamatan di Jombang ‘tenggelam’ setelah hujan deras mengguyur tiada henti. Empat kecamatan itu, Jombang Kota,Perak,Bandar Kedungmulyo, dan Mojoagung. Kondisi terparah terjadi di tiga desa di Kec Perak. Ketinggian air mencapai 60 cm.Banjir di wilayah ini terjadi lantaran salah satu tanggul sungai di wilayah tersebut jebol akibat tak mampu menahan debit dan derasnya air.

Tak hanya perumahan warga saja yang menjadi korban, Jalan Raya Perak yang merupakan jalur nasional itu juga terendam. Dini hari kemarin, air menggenangi jalan raya tersebut hingga ketinggian 40 cm.Meski tak memutus jalur menuju Kota Nganjuk dan Kediri itu,namun lalu lintas berjalan merambat. Sejumlah pengendara motor juga lebih memilih untuk menempuh jalur alternatif.

Sementara di Kelurahan Kecamatan Jombang, banjir juga tak kalah parah.Ratusan rumah warga yang bersebelahan dengan Pabrik Gula Djombang Baru itu tergenang air setinggi lutut orang dewasa. Warga juga masih terlihat cemas, apalagi hingga siang kemarin, air tak juga surut.Warga terpaksa tetap bertahan di dalam rumah yang sudah berubahmenjadikolamitu. Banjir juga menerjang beberapa desa di Kecamatan Mojoagung. Situasi yang nyaris sama juga terjadi di Nganjuk.

Sekitar pukul 01.00 WIB kemarin, Sungai Widas kembali memuntahkan air bah bercampur lumpur di lima desa, yakni Desa Ngrami,Bagor Wetan, Nglinggo, Mojosto,Kec Sukomoro dan Desa Mojosto Kecamatan Gondang. Banjir yang sudah ketiga kalinya terjadi di lima desa tersebut tetap saja membuat warga setempat kebingungan.Pasalnya, lagilagi banjir datang saat warga sedang nyenyak tidur. Warga yang seakan sudah terbiasa dengan banjir ini, kembali mengemasi barangbarang mereka ke tempat yang lebih tinggi, meski sua- sana masih gelap gulita.

Beberapa rumah warga yang menjadi sasaran keganasan arus sungai Widas dijaga ketat oleh warga setempat. Di antara lima desa yang diterjang banjir, kondisi terparah kembali terjadi di Desa Sumberjo. Di desa ini, air menggenangi ratusan rumah warga hingga setinggi lutut orang dewasa.Tak hanya itu, banjir juga sempat membuat akses jalan menuju Kecamatan Sukomoro dan Rejoso terputus beberapa jam. Hingga pagi kemarin, beberapa pengendara motor yang nekat menerjang ‘sungai beraspal’ itu, terpaksa harus disibukkan dengan macetnya kendaraan mereka.

Di lokasi banjir, tak tampak satu pun pejabat dari Pemkab Nganjuk.Namun sebelumnya, Camat Gondang, Gatut Sugiarto mengatakan, banjir di wilayahnya memang dipicu kondisi Sungai Widang yang berbelok-belok. Menurutnya,proyek pelebaran sungai sebenarnya telah dilakukan sejak tahun lalu. Namun, pembangunan ini masih dalam tahap pembebasan lahan, sehingga masih belum mampu membendung banjir langganan itu.

Infrstruktur Rusak

Banjir bandang dari Kalibobol menghantam Dusun Sugihan, Desa Kedungsumber, Ke Temayang dan mengakibat sekitar 350 rumah penduduk digenangi air. Sementara di Desa Puguhrejo, Desa/ Kec Gondang,sedikitnya 2 rumah roboh dan sebuah jembatan rusak parah.Warga mengaku sangat panik,sehingga banyak barang-barang warga yang tidak terselamatkan. ”Tiba-tiba saya mendengar suara teriakan minta tolong dari tetangga sekitar pukul 20.00 WIB.Kemudian disusul bunyi kentongan bertubi- tubi tanda bahaya,”terang Ny Sunarti,45,salah satu korban banjir bandang dari Dusun Sugihan,Desa Kedungsumber, Temayang.

Suasana malam itu menjadi mencekam.Warga berlarian menyelamatkan diri. Banjir bandang tidak berlangsung lama, kemudian meninggalkan lumpur.Tapi meski hanya sesaat, banjir itu membawa kerusakan cukup parah. Dinding rumah pen-duduk yang rata-rata terbuat dari papan banyak yang jebol,timbunan gabah dan jagung, perabotan sertaunggasjugabanyakyang hanyut terbawa air. Sementara di Dusun Puguhrejo, Desa Sambongrejo, Kec Gondang,1 rumah roboh dan 1 lagi rusak, akibat longsor. Paiman, 48, pemilik rumah yang roboh, mengaku tak sempat menyelamatkan harta bendanya. Karena air datang secara tiba-tiba. ”Saya hanya bisa menyelamatkan diri dan keluarga,”tuturnya.

Lumpuh 2 Jam

Meluapnya sungai Sumber Pasinan di Desa Pungging, Kec Pungging Kabupaten Mojokerto pada Sabtu malam kemarin menyebabkan jalur Mojokerto–Pasuruan lumpuh total selama 2 jam. Akibatnya terjadi antrean panjang kendaraan sepanjang 5 kilometer di jalur tersebut mulai pukul 21.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB.Berbagai kendaraan baik truk, bus, kendaraan pribadi maupun sepeda motor tidak dapat melewati luapan air sungai yang mencapai ketinggian sekitar 1,25 meter itu.

Penyangga jembatan sendiri sudah tidak dapat terlihat lagi akibat tertutup air. Sehingga apabila kendaraan memaksakan diri melewatinya, dikhawatirkan akan jatuh terperosok ke dalam sungai. ”Antara jembatan dan sungai sudah tidak ada bedanya lagi. Karena semuanya tertutup oleh air,” ujar Jalal salah seorang warga yang saat kejadian tengah berada tak jauh dari sungai. Jalur yang sempat lumpuh itu merupakan satu-satunya jalan antara Mojokerto–Pasuruan.

Pada malam hari, jalur tersebut dipadati kendaraan bermotor terutama bus malam tujuan Bali/ Banyuwangi–- Yogyakarta/Jakarta dan truktruk besar. Dengan adanya hambatan itu, waktu per jalanan mereka menjadi molor. Jalal menceritakan bahwa luapan air datang sangat cepat sekitar pukul 21.00 WIB. Saat itu,dalam tempo sekitar 30 menit, air sungai Sumber Pasinan langsung meluap dan menutupi jalan raya. Dan sesaat kemudian ketinggian air sampai menutupi penyangga sisi kanan dan kiri jembatan. (muhammad roqib/ nanang fahruding/tritus)

Leave a comment »

Banjir Kian Meluas di Jambi

[kompas]Jambi,- Banjir di Jambi kian meluas, Jumat (28/3). Luapan air Sungai Batanghari tidak hanya membanjiri kawasan permukiman pada sepanjang bantaran sungai di Kota Jambi, tetapi juga di Kabupaten Muaro Jambi.

Di Kelurahan Legok, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, banjir yang sudah hampir sepekan ini berlangsung masih bertahan dengan ketinggian air rata-rata satu meter. Banjir juga terjadi di sebagian wilayah Kecamatan Pelayangan, Danau Teluk, dan Jambi Timur yang permukimannya berada di sekitar bantaran Sungai Batanghari.

Banjir terus meluas sampai ke Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. Menurut Sobri dari Posko Penanggulangan Banjir Kecamatan Kumpeh, banjir menggenangi permukiman yang berdiri di sepanjang anak-anak Sungai Batanghari. Di sekitar anak Sungai Muara Kumpeh, misalnya, air sudah rata-rata satu meter, tetapi belum sampai mengenai Jalan Suak Kandis yang letaknya lebih tinggi. ”Warga dari rumah harus pakai perahu untuk mencapai jalan,” tuturnya.

Berdasarkan data posko pengamatan banjir Sungai Batanghari, air di Pos Tanggo Rajo Kota Jambi telah mencapai 13,75 meter atau hampir mendekati status siaga 13,78 meter.

Intensitas banjir di Jambi, menurut Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Rahmat Hidayat, meningkat dalam dua tahun terakhir. Banjir sebelumnya hanya terjadi dua tahun sekali dan banjir besarnya lima tahun sekali. Saat ini banjir bisa terjadi dua atau tiga kali dalam setahun. Malah untuk di permukiman sekitar bantaran sungai di Kota Jambi, banjir terjadi setiap intensitas hujan meningkat.

”Misalnya saja di Kelurahan Legok, hampir tiap kali hujan turun deras, pasti akan diikuti banjir,” tuturnya.

Meningkatnya intensitas banjir diperkirakan akibat makin berkurangnya tutupan hutan di kawasan hulu Sungai Batanghari, yaitu di selatan Sumatera Barat. ”Tutupan hutan yang baik di sana hanya tinggal 20 persen, selebihnya telah menjadi kebun-kebun sawit,” katanya.

Di wilayah Jambi sendiri, ancaman pembukaan hutan juga parah. Ia memperkirakan 70 persen kawasan eks HPH di Jambi dalam waktu dekat akan jadi kawasan HPH untuk tanaman industri, yaitu sawit dan akasia. Ancaman pembukaan hutan untuk pertambangan juga terjadi di empat kabupaten, yaitu Bungo, Tebo, Merangin, dan Sarolangun. (ITA)

Leave a comment »

Tujuh Desa di Luwu Utara Terendam Banjir

[Kompas]Makassar, – Tujuh desa di tiga kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, terendam luapan Sungai Rongkong. Ratusan hektar tanaman kakao, padi, jagung, dan kedelai warga telah empat hari tergenang air setinggi dua meter.

Desa-desa itu adalah Desa Mekar Jaya Sari dan Lawewe, Kecamatan Baebunta; Desa Teteuri, Lembang-Lembang, dan Bone Subur, Kecamatan Sabbang; serta Desa Wara dan Lembang Wara, Kecamatan Malangke Barat.

Menurut penuturan Rusli, warga Desa Lembang-Lembang yang juga aktivis lingkungan hidup Sulawesi Selatan, Jumat (28/3), banjir di Luwu Utara sudah berlangsung sebulan lalu. Namun, ketinggian air masih sebatas lutut orang dewasa. ”Empat hari terakhir air makin tinggi, 1,5-2 meter,” kata Rusli. Warga terpaksa mengungsi.

Desa-desa yang terendam memang menjadi langganan banjir karena berada di daerah aliran Sungai Rongkong. Penggundulan hutan di hulu sungai mengakibatkan Sungai Rongkong selalu meluap saat hujan turun.

Luapan air Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah, tiga hari terakhir merendam 20 hektar tanaman sawi dan kangkung darat di Bereng Bengkel, Desa Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Palangkaraya. Para petani terpukul karena gagal panen.

”Kerugian saya mencapai Rp 2,5 juta,” kata Markus, petani transmigran asal Wates, Kulon Progo, Yogyakarta. Ia harus menanggung utang pembelian sarana pertanian dan kebutuhan sehari-hari.

Luapan Sungai Kahayan juga masih menggenangi jalan provinsi di Pahandut Seberang, Kecamatan Pahandut.

Bertahan

Sekitar 600 warga korban banjir di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, masih bertahan di pengungsian karena rumahnya masih tergenang. Warga Desa Kuwu, Kecamatan Widang, membangun tenda di Jalan Raya Lamongan-Tuban sejak sebulan lalu.

Warga mengeluhkan seretnya bantuan bahan pangan dari pemerintah. Karena itu, warga berdiri di tepi jalan meminta bantuan dari para pengguna jalan. (DOE/CAS/A07/ACI)

Leave a comment »

Penambang Pasir Liar Beraktivitas, Warga Blokir Jalan

suarasurabaya.net| Puluhan warga Desa Ledok memblokir jalan. Mereka protes maraknya penambangan pasir liar. JOE dari Radio Suara Bojonegoro Indah dalam Jaring Suara Surabaya, Sabtu (29/03), melaporkan, penambangan pasir dinilai masyarakat tidak memperhatikan masalah lingkungan dan menyebabkan bibir Bengawan Solo rawan longsor.

Bahkan paska banjir, penambang pasir melakukan aktivitasnya kembali meski di sekitarnya terdapat puluhan rumah yang diterjang longsor imbas mereka. GATOT satu diantara warga mengatakan kegiatan penambangan liar banyak merugikan dibanding manfaatnya.

Aksi warga menutup paksa lokasi penambangan pasir tidak mendapat perlawanan. Rencananya, pemblokiran jalan dilakukan hari ini .

Mereka akan mengajak warga desa di sekitarnya yang berada di tepian Bengawan Solo dalam aksi serupa. Pemblokiran jalan dilakukan dengan cara menanam batang kayu setinggi 40 cm di lokasi.

Warga juga minta perhatian Pemda setempat tidak setengah hari merazia penambang pasir liar. Minimnya pengawasan pemerintah terhadap penambang pasir liar membuat mereka kebal hukum. (tin)

Leave a comment »

Biopori Cegah Banjir hingga 40%

(MI) Solo,-: Kementerian Lingkungan Hidup akan menggencarkan program biopori untuk mengatasi terjadinya banjir. Menurut Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan Sungai dan Danau Kementerian Lingkungan Hidup Antung Dedy Rediansyah di Solo, Jawa Tengah, Kamis (27/3), ada beberapa daerah yang menggunakan teknik biopori berhasil mengurangi potensi banjir hingga 40%.

”Program biopori itu murah biayanya. Pembuatan lubang biopori bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, baik di pekarangan rumah dan lingkungan tempat tinggal masing-masing,” kata Antung.

Ia berharap masyarakat bisa membuat biopori di lingkungannya. Warga cukup membuat lubang berdiameter 10 cm-30 cm dengan kedalaman satu meter, dan dilengkapi semacam cincin beton pada bibirnya.

Lubang itu selanjutnya cukup diisi dengan sampah organik. Keberadaan sampah organik itu nantinya berfungsi sebagai media berkembangbiaknya cacing tanah.

Cacing-cacing itulah nantinya akan membuat liang-liang di sekitar biopori, yang berfungsi sebagai penyerap air saat turun hujan. Dengan demikian proses peresapan akan terjadi lebih cepat. Manfaat biopori lainnya ialah membantu meningkatkan kesuburan tanah. ”Biopori sangat pas untuk wilayah permukiman dan pertanian,” jelas Antung.

Selain lubang biopori, program lain yang juga akan terus digencarkan KLH adalah pembuatan sumur resapan. Sayangnya, kata Antung, kedua program itu masih belum tersosialisasikan secara luas. Termasuk pula di Pulau Jawa yang memiliki banyak wilayah perbukitan.

”Padahal biopori dan sumur resapan sangat efektif untuk wilayah dengan topografi tinggi, tetapi bukan miring.” (FR/H-3)

Leave a comment »

Sebulan Mengungsi di Hutan

[Kompas] Lamongan, – Tiga desa di wilayah Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, hingga Kamis (27/3) mirip waduk. Rumah, jalan, dan persawahan terendam air luapan Bengawan Solo setinggi 1 meter – 3 meter. Tak ayal, tiga desa itu, Dateng, Gelap, dan Jabung, selama sebulan terakhir terisolasi. Warga memilih mengungsi ke hutan.

Warga Desa Dateng dan Gelap mengungsi di Alas Dandu, sedangkan warga Desa Jabung sebagian bertahan di rumah dengan membuat antro (papan yang ditinggikan) atau mengungsi di lantai dua masjid.

Kondisi warga yang mengungsi di hutan memprihatinkan. Bahkan ada yang satu tenda diisi empat kepala keluarga. Mereka juga masih harus berbagi dengan ternak mereka. Untuk hidup, mereka hanya mengandalkan bantuan. Sebab, mereka tidak memiliki pekerjaan sejak permukiman mereka terendam.

Saat ditemui Kompas, keluarga Sujono terlihat tinggal dalam satu tenda bersama ternak sapi mereka. Sebagai tanda hanya dipisahkan kayu pembatas. “Ya begini, makan dan tidur bareng sapi,” kata Sujono.

Solihan, warga lainnya, mengeluhkan nasib mengungsi di hutan. Mereka bukan saja rentan terhadap penyakit, tetapi juga perlu mewaspadai binatang buas. “Hampir setiap hari saya membunuh ular. Ada juga kelabang dan kalajengking. Ya bagaimana lagi, memang tinggal di hutan. Sementara sebagian anak-anak banyak yang mengalami gatal-gatal dan diare. Mungkin kedinginan,” tuturnya.

Tidak sekolah

Anak-anak yang ikut orangtuanya mengungsi praktis tidak bisa pergi ke sekolah. Ada delapan siswa SMP Negeri 2 Laren tidak bisa sekolah karena mengungsi di hutan Alas Dandu. Arifin, salah seorang siswa kelas XI, mengatakan, biaya perjalanan ke sekolah sedikitnya pergi pulang untuk naik perahu dibutuhkan uang Rp 15.000. Kalau dihitung selama sebulan, akan lebih mahal daripada biaya sekolah. “Ya selama di hutan ini saya tidak pernah sekolah. Uang dari mana, ayah ibu tidak bekerja,” katanya.

Menurut Kunti, warga lainnya, untuk memperoleh penghasilan warga mencari kayu di hutan. Setiap pikul laku dijual Rp 20.000. Bila bisa diangkut perahu sampan sendiri dan dijual ke Pasar Keduyung, barulah bisa mendapatkan uang utuh. “Tetapi kalau tidak punya perahu sendiri, ya tinggal bawa duit Rp 5.000 sampai Rp 10.000 per pikul,” tutur Kunti.

Hingga saat ini bantuan untuk warga sangat terbatas. Bantuan juga sulit didistribusikan karena harus menggunakan perahu yang tidak bisa membawa bantuan dalam jumlah banyak. Akses jalan masih terendam sehingga menjadi faktor penghambat.

Tanggul jebol

Sementara itu, tanggul sungai di Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo jebol tiga kali dalam dua bulan terakhir. Akibatnya, tanaman para petani rusak diterjang luapan air sungai. Terakhir, tanggul jebol pada Rabu (26/3) malam, bersamaan dengan turunnya hujan di Kota Probolinggo. Meski hanya merusak sekitar satu hektar tanaman padi, petani khawatir jika tidak segera dibangun tanggul permanen, kejadian serupa akan berulang lagi.

Ketika ditemui pada Kamis, sejumlah warga sedang bekerja menutup jebolan tanggul menggunakan sand bag. Lebar jebolan sekitar 5 meter. Selain rusak akibat terjangan air, petani dirugikan dengan banyak sampah yang berserakan di sawah. Pasalnya, sungai yang membelah hamparan sawah di Kelurahan Ketapang itu berada di bagian hulu setelah melalui terminal dan kawasan permukiman.

Menurut Ketua Kelompok Tani Sinar Pagi Mukhlis, jebolnya tanggul yang pertama dan kedua terjadi pada Februari. Peristiwa ini bersamaan dengan turunnya hujan sehingga volume air sungai meningkat dibanding kondisi normal. “Saya melaporkan kejadian itu pada pada Pemerintah Kota Probolinggo, tetapi tidak ada tanggapan. Baru setelah kejadian yang ketiga kali, para pejabat datang,” kata Mukhlis. Warga dijanjikan bahwa tanggul akan dibangun mulai Juni.

Pada Rabu malam, Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo, kembali dilanda banjir. Ketinggian air mencapai mata kaki orang dewasa. Air masuk ke sejumlah perumahan warga. Banjir merupakan kejadian langganan di daerah tersebut. Ini disebabkan saluran sekunder di wilayah itu meluap. (ACI/LAS)

Leave a comment »